Kasus Sambo Sekarang

Kasus Sambo Sekarang

Transparansi dan Akuntabilitas

Peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum juga menjadi fokus utama. Pemerintah dan Polri berkomitmen untuk meningkatkan transparansi dalam proses penegakan hukum, termasuk publikasi laporan investigasi dan proses pengadilan. Akuntabilitas yang lebih tinggi diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi hukum.

Pengaruh Terhadap Sistem Hukum

Kasus Ferdy Sambo juga memberikan dampak pada sistem hukum secara keseluruhan. Kasus ini menunjukkan bahwa penegakan hukum di Indonesia masih memiliki banyak kekurangan, terutama dalam hal integritas dan akuntabilitas. Banyak pihak menyerukan perlunya perbaikan dalam sistem hukum, termasuk reformasi di lembaga-lembaga peradilan dan peningkatan profesionalisme aparat penegak hukum.

Pentingnya Etika dan Moralitas dalam Penegakan Hukum

Kasus ini juga menunjukkan pentingnya etika dan moralitas dalam penegakan hukum. Anggota kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya harus memiliki komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai etika dan moralitas untuk memastikan bahwa mereka dapat menjalankan tugas mereka dengan integritas. Pendidikan dan pelatihan yang berfokus pada etika dan moralitas harus menjadi bagian integral dari program pengembangan sumber daya manusia di institusi penegak hukum.

Kasus Ferdy Sambo merupakan skandal besar yang mengungkap berbagai permasalahan dalam institusi kepolisian dan sistem hukum di Indonesia. Dampak dari kasus ini sangat luas, mempengaruhi kepercayaan publik, memicu seruan untuk reformasi, dan menunjukkan perlunya peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum. Keterlibatan Sambo dalam judi online menambah dimensi baru pada skandal ini, menunjukkan bagaimana korupsi dapat merusak integritas institusi hukum.

Melalui langkah-langkah perbaikan yang telah diambil, diharapkan bahwa kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk terus memperbaiki dan memperkuat institusi hukum di Indonesia. Komitmen untuk menjaga integritas, profesionalisme, dan keadilan harus tetap dijaga agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Kasus Ferdy Sambo mengingatkan kita semua akan pentingnya menjaga kepercayaan publik dan memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil dan transparan.

Koalisi masyarakat sipil mendorong Kepolisian Republik Indonesia menjadikan momentum kasus Inspektur Jenderal Ferdy Sambo untuk mereformasi institusi kepolisian. Paling tidak, Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan bersih-bersih terhadap berbagai persoalan di lingkup internal lembaganya, salah satunya mendorong perwira polisi agar patuh menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Urusan LHKPN ini menjadi sorotan setelah kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat ajudan Ferdydi rumah dinas Ferdy, Kompleks PolriDuren Tiga, Jakarta Selatan, 8 Juli 2022. FerdySambo ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana terhadap Yosua.

Setelah penetapan tersangka, terungkap bahwa Ferdy Sambo tak patuh melaporkan LHKPN ke KPK. Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri ini baru pertama kali melaporkan LHKPN pada 2021. Laporan itu belum muncul di website LHKPN KPK hingga kini.

Peneliti dari Transparency International Indonesia, Ferdian Yazid, berpendapat bahwa keharusan melaporkan LHKPN bagi perwira polisi sudah tegas diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2017 tentang Penyampaian LHKPN di Lingkungan Kepolisian. “Peraturan tersebut mengatur kewajiban penyampaian LHKPN, misalnya melapor setiap tahun, apalagi jika dia tidak pernah melapor,” kata Ferdian, Jumat, 12 Agustus 2022.

Sesuai dengan Pasal 10 Peraturan Kapolri, perwira polisi yang tidak melaporkan LHKPN dapat dikenai sanksi etik berupa tindakan disiplin atau hukuman disiplin. Tim pengelola LHKPN yang membocorkan informasi tentang harta kekayaan pegawai negeri kepada Polri yang belum dikirim ke KPK juga dikenai sanksi etik dan pelanggaran profesi. Ketentuan sanksi secara teknis diatur dalam peraturan turunan tentang kode etik kepolisian.

Menurut Ferdian Yazid, semestinya kepolisian menindak para perwira polisi yang tak patuh melaporkan LHKPN. Di samping itu, KPK dapat merekomendasikan perwira polisi yang tak patuh menyampaikan harta kekayaan mereka. Pasal 21 ayat 1 Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pendaftaran Pengumuman dan Pemeriksaan LHKPN mengatur peran KPK dalam merekomendasikan pemberian sanksi administratif bagi penyelenggara negara yang tak melaporkan LHKPN.

“KPK dapat memberikan rekomendasi pemberian sanksi administratif kepada atasan langsung atau pimpinan lembaga,” ujar Ferdian.

Menurut catatan Tempo, tidak hanya Ferdy Sambo yang tak patuh menyampaikan LHKPN ke KPK. Hasil pengkajian pengawasan KPK di e-LHKPN pada 2022 menyebutkan tingkat kepatuhan Polri dalam melaporkan LHKPN hanya 47,85 persen dari 2.136 orang yang wajib lapor. Dari data tersebut, terdapat 1.550 orang yang sudah melapor dan 586 orang sama sekali belum menyampaikan LHKPN. Tahun sebelumnya, tingkat kepatuhan kepolisian dalam melaporkan LHKPN mencapai 82,48 persen dari 16.637 orang wajib lapor.

Tempo menelusuri nama-nama perwira tinggi Mabes Polri di website LHKPN KPK. Dari hasil penelusuran Tempo, selain Ferdy Sambo, ada enam perwira menengah dan tinggi yang belum melaporkan LHKPN ke KPK. Mereka rata-rata menduduki posisi penting di kepolisian. Pangkatnya merentang dari komisaris besar hingga jenderal bintang tiga. Tempo berupaya meminta konfirmasi ke sejumlah nama tersebut, tapi pesan yang dikirim ke mereka belum dibalas. Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, juga tak menjawab permintaan konfirmasi mengenai LHKPN tersebut.

Kuasa hukum Ferdy Sambo, Arman Hanis, juga tak merespons permintaan konfirmasi Tempo. Juru bicara KPK bidang pencegahan, Ipi Maryati Kuding, mengatakan Ferdy baru melaporkan LHKPN pada 2021. Tapi dokumen LHKPN Ferdy belum bisa dipublikasi karena ada proses pelengkapan dokumen yang masih harus dipenuhi. “Kami telah menyampaikan hasil verifikasi dan kelengkapan yang harus disampaikan. Setelah diperbaiki dan dinyatakan lengkap secara administratif, akan dipublikasi melalui situs web e-LHKPN dan terbuka untuk umum,” kata Ipi ketika dimintai konfirmasi, kemarin.

Saat dimintai konfirmasi mengenai pejabat kepolisian lainnya yang tak melaporkan LHKPN, Ipi menyarankan agar Tempo mengakses situs web e-lhkpn.kpk.go.id. Ia juga menjelaskan, pada tahun berjalan 2022, jenis pelaporannya khusus, yaitu ketika memulai menjabat atau mengakhiri sebuah jabatan. Sedangkan pelaporan pada 2021 merupakan pelaporan periodik yang wajib disampaikan pada 2022.

Hal tersebutlah yang menyebabkan jumlah wajib lapor dari institusi kepolisian berbeda pada 2021 dan 2022. Pada 2021, wajib lapor mencapai 16.637 orang dan pada 2022 hanya 2.136 orang. “Jadi, kalau bicara kepatuhan, data yang digunakan adalah data 2021,” kata Ipi.

Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Gurnadi Ridwan, berpendapat bahwa ketidakpatuhan petinggi Polri dalam melaporkan LHKPN menjadi indikasi munculnya niat jahat, yaitu diduga ada upaya memperkaya diri dengan cara atau hasil dari kejahatan. “Makanya agak aneh bila ada pejabat kepolisian tidak melaporkan LHKPN tapi memiliki harta banyak, padahal dia juga dilarang berbisnis,” kata dia.

Genurut Gurnadi, semua pejabat negara, khususnya penegak hukum, wajib melaporkan harta kekayaan ke negara. Hal ini merupakan bentuk transparansi dan akuntabilitas kepada masyarakat. Tujuannya untuk menjamin harta dan kekayaan yang mereka peroleh didapat dengan cara sah dan legal, serta untuk menghindari kecurigaan publik.

Kamaruddin Simanjuntak, kuasa hukum keluarga Brigadir Yosua, menduga motif pembunuhan Yosua karena berhubungan dengan urusan uang, khususnya tata kelola narkotik yang ditengarai melibatkan Ferdy Sambo, yang juga Ketua Satuan Tugas Khusus Polri atau dikenal dengan sebutan Satgassus Merah Putih sebelum dibubarkan dua hari lalu. Indikasinya, kata Kamaruddin, Satgassus Merah Putih itu dibubarkan setelah Ferdy Sambo dinyatakan sebagai tersangka pembunuhan Brigadir Yosua.

“Makanya PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) harus terlibat untuk melacak rekening mereka semua,” kata Kamaruddin.

Peneliti dari Public Virtue Research Institute (PVRI), Raafi N. Ardikoesoema, menduga Ferdy Sambo tak patuh menyampaikan LHKPN akibat adanya budaya impunitas di institusi penegak hukum. “Seolah-olah jadi tidak masalah kalau tidak melaporkan LHKPN,” katanya.

Raafi juga mempertanyakan privilese yang didapat Ferdy Sambo ketika menjadi pejabat tinggi kepolisian. Misalnya, fasilitas pengawalan melekat atau aide de camp serta bentuk pengawalan lainnya. “Dalam kasus ini, kita bisa melihat secara terbuka bagaimana ajudan dan kendaraan patroli pengawalan ditugaskan untuk urusan pribadi di luar kepentingan dinas,” kata Raafi. Dia berpendapat, kegiatan pengawalan untuk kepentingan pribadi merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang, yang seolah-olah dianggap lazim.

TRIBUNKALTIM.CO - Berikut kabar 7 perwira Polri yang pernah terseret kasus Ferdy Sambo, mantan Kadiv Propam Polri yang jadi otak pembunuhan Brigadir J sekarang.

Dalam kasus Ferdy Sambo, mantan Kadiv Propram Polri ini ada sejumlah perwira menengah (pamen) yang sempat terkena sanksi karena ikut terlibat.

Sejumlah pamen Polri yang ikut terlibat dalam kasus Ferdy Sambo antara lain eks Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Budhi Herdi Susanto, Kombes Murbani Budi Pitono, AKBP Handik Zusen, hingga AKBP Ari Cahya.

Kini, para perwira Polri yang terseret kasus Ferdy Sambo telah kembali mendapat jabatan bahkan bahkan ada yang pecah bintang alias dipromosikan mendapat pangkat Brigjen Polisi.

Baca juga: Peran Hendra Kurniawan di Kasus Ferdy Sambo, Beda Nasib dengan Agus Nurpatria dan Chuck Putranto

Berikut kabar anak buah Ferdy Sambo sekarang:

1. Kombes Budhi Herdi Susianto

Mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto masuk dalam jajaran perwira yang dipromosikan sebagai jenderal Polri.

Hal ini tertuang dalam Surat Telegram Kapolri Nomor ST/25/XI/KEP/2024.

Dalam salinan keputusan mutasi yang diterima redaksi, tertulis Kombes Budhi Herdi Susianto dipromosikan dari jabatan sebelumnya di Kabagyanhak Rowatpers SSDM Polri ke jabatan Karowatpers Polri.

Sebagai informasi, di jabatan barunya, Kombes Pol Budhi akan mendapat pangkat Brigadir Jenderal Polisi atau Brigjen Pol.

Ia menggantikan Brigjen Pol Erthel Stephan yang digeser menjadi Karodalpers SSDM Polri.

Kombes Budhi Herdi Susianto dinonaktifkan dari jabatannya terhitung sejak Rabu (20/7/2022).

Penonaktifan ini merupakan imbas dari kasus polisi tembak polisi yang diduga melibatkan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan Bharada E di kediaman Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo.

Budhi sendiri dihukum bukan karena terlibat langsung dalam pembunuhan Brigadir J.

Baca juga: Hendra Kurniawan Eks Anak Buah Ferdy Sambo Bebas Bersyarat Setelah Dipenjara 2 Tahun

Peningkatan Sistem Pengaduan Masyarakat

Sistem pengaduan masyarakat juga diperbaiki untuk memastikan bahwa masyarakat memiliki saluran yang efektif untuk melaporkan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota kepolisian. Mekanisme pengaduan yang lebih transparan dan responsif diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas dan memberikan perlindungan kepada masyarakat.

Dampak Terhadap Institusi Hukum

Keterlibatan Sambo dalam judi online memperburuk dampak skandal ini terhadap institusi kepolisian. Publik yang sudah kehilangan kepercayaan akibat kasus pembunuhan Brigadir J, semakin meragukan integritas kepolisian ketika mengetahui keterlibatan dalam aktivitas perjudian ilegal. Hal ini menuntut reformasi yang lebih mendalam dan sistematis dalam tubuh Polri.

Pengungkapan Keterlibatan dalam Judi Online

Selain terlibat dalam pembunuhan Brigadir J, penyelidikan lebih lanjut juga mengungkap keterlibatan Ferdy Sambo dalam dunia judi online. Penyelidikan menemukan bukti bahwa Sambo terlibat dalam operasi perjudian ilegal yang melibatkan jaringan internasional. Keterlibatan ini tidak hanya mencoreng reputasi pribadi Sambo tetapi juga memperlihatkan bagaimana jaringan perjudian dapat merasuki institusi penegak hukum.

Sambo diduga menggunakan posisinya di kepolisian untuk melindungi operasi judi online dan memastikan bahwa operasi tersebut tidak terdeteksi oleh pihak berwenang. Ia juga diduga menerima suap dalam jumlah besar dari operator judi untuk memberikan perlindungan. Modus operandi ini menunjukkan betapa korupsi dapat merusak integritas institusi hukum dan memungkinkan kegiatan ilegal berkembang tanpa hambatan.

Hubungan Ferdy Sambo dengan Dunia Judi

Perlunya Reformasi Berkelanjutan

Kasus Ferdy Sambo menekankan perlunya reformasi berkelanjutan dalam tubuh kepolisian dan sistem hukum di Indonesia. Perubahan struktural dan kultural yang dilakukan harus dijaga konsistensinya untuk memastikan bahwa institusi hukum dapat berfungsi dengan integritas dan keadilan. Reformasi ini memerlukan komitmen jangka panjang dari pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat.

Langkah-Langkah Perbaikan

Dampak Terhadap Masyarakat dan Institusi Hukum